Multikulturalisme dan Relevansinya Terhadap Politik Identitas
oleh: Andre Gunawan Sianipar
Multikulturalisme terdiri dari 3 kata yakni, multi (banyak) kultural
(budaya) dan isme (paham), jika di akumulasikan dari penggolongan kata tersebut
maka dapat didefinisikan multikulturanlisme adalah paham yang terdiri dari
banyak budaya. Sedangkan Politik Identitas adalah suatu tindakan politik yang
mengedepankan sentimentil suku, ras, agama demi meraih dan memobilisasi
kekuatan politik. Pemicu terjadinya strategi politik identitas adalah karna
persaingan kompetitif yang ketat dan pragmatis, persaingan dilihat dari
elektabilitas dan eksitensialisnya, lalu polarisasi suku dan agama yang dilihat
dari latar bekakang calon pemimpin, tim sukses atau tim koalisi dari calon
pemimpin tersebut akan memperkenalkan dan mempropagandakan rakyat agar rakyat
memilih pasangan yang agama, suku dan rasnya sama dengan dirinya.
Didalam Undang-undang No.7 Tahun 2017 tentang pemilu tidak di atur secara
virtual mengenai larangan menggunakan sistematika strategi politik identitas,
karna hakikatnya identitas sudah melekat pada manusia sejak dilahirkan. Tetapi
penggunaan strategi politik identitas yang terlalu menghegemoni dapat memberikan
efek riskan dan mengancam kesatuan bangsa serta dapat memecah belah persatuan
karna indonesia yang terdiri dari banyak agama, suku, budaya akan memilih
pemimpin yang serupa agama dan budayanya, diluar dari itu akan ada efek
disparitas antara rakyat yang memilih pemimpin yang sesuai kehendannya danyang
tidak sesuai.
Maka disini paham dari multikultural tersebut akan terancam karna dilihat dari
definisinya yakni paham yang terdiri dari banyak budaya, artinya disini secara
tidak langsung segala jenis perbedaan agama, ras, suku, budaya dapat diterima
oleh masyarakat, atau dapat disebut toleransi, hal ini yang akan menjadi momok
yang mengakibatkan terpecah belahnya indonesia.
Antonio Gramsci dalam bukunya "Negara dan Hegemoni" menjelaskan bahwasannya
dominasi kepentingan identitas sudah menjadi hierarki yang primer dan sudah terhegemoni dari negara.
Antonio Gramsci dalam bukunya "Negara dan Hegemoni" menjelaskan bahwasannya
dominasi kepentingan identitas sudah menjadi hierarki yang primer dan sudah terhegemoni dari negara.
Ini artinya derajat sebuah agama sudah lebih tinggi dibanding sebuah
negara. Sejatinya sebuah identitas adalah hak kepemilikan individu manusia yang
bersifat privat. Seperti di negara prancis, mereka penerapkan paham yang
bernama Sekularisme atau paham yang mempunyai pendirian bahwa kepentingan agama
tidak bisa dimasukan dalam dunia politik, artinya mereka mengerti bahwa agama
adalah suatu hak individu seseorang yang bersifat privasi dan tidak bisa
dicampur adukan dalam kepentingan politik. Sudah jelas indonesia adalah negara
Ketuhanan berdasarkan sila pertama dan negara yang mempunyai banyak budaya,
suku, agama sesuai dengan semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang artinya
berbeda-beda tetapi tetap satu jua satu tujuan yaitu persatuan". Sudah
sepatutnya segala dinamika politik yang ada, sebagai warga negara yang bijak
jangan sampai terpecah belah hanya karna identitas suku, ras, agama, hanya
karna hal-hal yang tidak substansial. Perpecahan sudah basi diindonesia, kita
merajut persaudaraan - Obed Kresna, Presiden Mahasiswa UGM.

0 Komentar