Pembungkaman Demokrasi
Dalam Bentuk Penutupan Rumah Ibadah
Oleh: Chris Natalina Nainggolan
Lagi,
lagi, dan lagi Pembungkaman Demokrasi dalam bentuk penutupan rumah Ibadah
sering terjadi di Republik ini. Jika kita sadari amanat Undang – Undang Dasar
1945 Pasal 28 menjelaskan tentang Kebebasan Demokrasi dalam hal melaksanakan
ibadah tanpa membandingkan apa bentuk rumah ibadah mu dan apa bentuk
kepercayaanmu. Semua sudah terangkum dengan indah ketika Republik ini
menyepakati bahwa Pancasila Ayatnya yang ke-1 merupakan Fundamental Nom dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penutupan
rumah ibadah di Republik ini seakan – akan menjadi sangat kronis dan menakutkan
bagi mereka kaum minoritas di Indonesia. Hal ini diakibatkan ketidak mampuan
kaum minoritas untuk memperjuangkan hak – hak mereka tanpa campur tangan dari
pemerintah itu sendiri. Sebagai lokusnya aku mengambil contoh bentuk
diskriminasi terhadap kaum minoritas tertindas dalam melaksanakan ibadahnya.
HKBP Fila Delvia yang berada di Bekasi merupakan salah satu unsur penindasan
dalam bentuk pembungkaman Hak Asasi Manusia dimana jemaat HKBP Filadelfia
sudah hampir 5 tahun tidak dapat menggunakan rumah ibadahnya, itu semua
diakibatkan ada beberapa masyarakat yang memperlihatkan tindakan represif dan
gangguan – gangguan lainnya ketika jemaat tersebut sedang melaksanakan ibadah.
Upaya
hukum sudah dilaksanakan dan hasilnya dalam putusan Mahkamah Agung HKBP Filadelfia
dimenangkan oleh hakim Mahkamah Agung untuk dapat menggunakan rumah ibadah
dalam melaksanakan ibadahnya, namun, yang menjadi persoalan bahwa putusan
Mahkamah Agung tersebut tidak dijalankan oleh Pemerintah setempat, hal ini
memicu persepsi dalam masyarakat bahwa pemerintah hari ini gagal dalam
menjalankan praktik – praktik multikulturalisme di Indonesia. Lantas apakah
Ketuhanan Yang Maha Esa masih relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Pada
dasarnya hak untuk menganut suatu agama dan menjalankan ibadat sesuai dengan
agamanya adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikompromi dalam keadaan
apapun dan oleh siapa pun. Jaminan yang diberikan dalam Pasal 4 Junto Pasal 22
Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 29 Undang –
Undang Dasar 1945 merupakan landasan hukum bagi Pemerintah dalam mewujudkan
pluralisme di Indonesia namun yang menjadi permasalahannya bahwa Pemerintah
tidak melihat landasan hukum tersebut sebagai acuan. Pemerintah lepas tangan
ketika hari ini banyak oknum – oknum yang mengatas namakan agama namun
berperilaku seperti binatang yang membabi buta menutup dengan secara paksa
ataupun membubarkan dengan cara radikal seluruh anggota jemaat HKBP Filadelfia.
Menurutku
seharusnya Pemerintah tidak lepas tangan terhadap persoalan penutupan rumah
ibadah tersebut, melainkan membuka mata dan hati untuk menjalankan amanat dari
konstitusi yang ada bukan malah tunduk terhadap ormas – ormas yang radikal
ataupun tunduk terhadap partai politiknya. Karena sejatinya mereka dipilih
bukan hanya dari salah satu golongan saja melainkan dari setiap golongan –
golongan yang ada di Indonesia.
Hidup Mahasiswa.
Hidup Mahasiswa.
Hidup Rakyat
Indonesia.
Hidup Perempuan
Melawan.
0 Komentar